
Saat Gelar Hari Buruh Nasional 1 Mei, siapa pun warga negara di republik ini; termasuk pejabat negara selayaknya turut menjaga eksistensi buruh.
Buruh sejatinya tidak berlebihan bila turut disebut sebagai abdi negara dan aset bangsa. Ini realitas dan lperlu diyakini. Direnungkan atau diabaikan adalah bagian kebebasan cara pandang personal. Namun secara kolektivitas pemikiran sederhana bisa jadi referensi.
Bergeraknya roda pembangunan daerah, pertumbuhan ekonomi lokal, berkembangnya investasi di belahan mana pun negeri ini, buruh (pekerja) adalah energi potensial. Ini nyata. Oleh karena itu makna abdi negara jangan diproteksi hanya sebatas aparatur pemerintah.
Tak elok bila ada perlakuan berbeda atau sebutan yang cenderung diskriminatif. Saatnya seluruh komponen publik berani satukan pemikiran : negeri ini masih perlu kiprahnya di segala sektor kehidupan. Penghargaan atas eksistensi para buruh perlu dukungan keberanian para penyelenggara pemerintahan menerima keluhan, kritik, dan dialog. Tujuannya, senantiasa perlu ada upaya sinkronisasi kebijakan demi penguatan pondasi kesejahteraan dan bukan sekedar catatan normatif.
Apalagi dinamika jaman masih menggulirkan ketidakpastian nilai-nilai kesejahteraan yang realistis, pemenuhan hak-hak dasar, jumlah penggangguran terus bergerak naik-turun bahkan ada yang perlahan-lahan kehilangan pekerjaan tanpa ada jaminan masa depan. Negara perlu memberikan perlindungan dan tidak mudah merekomendasi rekadaya teknologi untuk mendegradasi peran atau kesejahteraan hidup buruh.
Pemerintah dan pengusaha pun selayaknya tidak lupa tanggung jawab riwayat peran buruh dari waktu ke waktu. Buruh adalah aset dan modal utama bagi percepatan gerak roda perekonomian dan pembangunan di negeri ini
editor : C. Rahadi