×

Terkini

Satukan Spirit : Pendidikan Untuk Kebangkitan Nasional

Oleh : H.Usman M.Kes

Rentang waktu 2 – 20 Mei; hari yang begitu istimewa. Sudah sepantasnya diingat sepanjang masa sebagai momentum berkibarnya marwah dunia pendidikan dan kebangkitan negeri ini.

Anak anak bangsa telah menikmati dengan rasa aman dan nyaman; terpayungi legalitas UUD 1945. Dasar negara itu telah jadi landasan pijak pelaksana aktivitas pemerintah dari pusat sampai daerah wujudkan SDM berkualitas, berkarakter, berakhlak dan berbudi luhur sejak dini.

Sudah bukan rahasia ! Pendidikan adalah modal utama kehidupan. Secara normatif: jenjang pendidikan individu diyakini bisa jadi referensi atau rekomendasi: kapasitas dan kualitas personal. Termasuk bekal memasuki dunia kerja plus penentu besar-kecilnya pendapatan. Selain jalur pendidikan formal; kualitas dan kapasitas personal sebenarnya juga bisa diperoleh melalui pembelajaran otodidak atau ketrampilan terkait; rutinitas pengalaman.

Tantangan
Realitas jaman. Sentuhan teknologi informasi tak lagi bisa dihindari. Era digitalisasi telah merasuk dalam diri siswa, khalayak, pelaku usaha dan segala denyut aktivitas publik. Beragam dampak: positif atau negatif pun bergulir alami; adakalanya tak mudah terkendali.

Mari waspada dan cermati bersama. Ada potensi: bergulirnya gejala degradasi keluhuran budi, akhlak, karakter, integritas personal dan komunitas. Tanda – tanda potensi negatif telah menyulut kegaduhan di ruang publik, perilaku provokatif, sikap egaliter semau gue, dan adu domba tanpa dilandasi kebenaran fakta. Termasuk tindak diskriminatif dan merembetnya stimulan kebencian ras, suku plus agama. Tantangan ini perlu solusi.

Reduksi Rasa Cinta Tanah Air
Marilah bergerak bersama. Momentum hari pendidikan nasional dan kebangkitan nasional jadi spirit baru membangun kesadaran baru. Sekaligus membumikan kembali rasa cinta tanah air. Rujukan pijakan, beberapa pola pikir tokoh nasional KH. Hajar Dewantoro, KH. Hasyim Asyari, KH. Wahid Hasyim dan KH. Ahmad Dahlan.

Tak perlu ragu, kembali kibarkan falsafah hidup : Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Artinya, para pemimpin, pendidik, orang tua dan berbagai komunitas publik wajib memberi teladan untuk membangun semangat anak-anak bangsa menguatkan olah hati (etika), olah pikir (literasi), olah karsa (estetika), dan olah raga (kinestetik).

Aktivitas pendidikan juga wajib membentuk akhlak, karakter dan kualitas jati diri untuk berani bertanggung jawab. Namun perlu disadari! Fokus pendidikan karakter bukan sekedar merujuk nilai-nilai agama. Aspek moral, toleransi dan etika yang relevan realitas sehari-hari tak boleh diabaikan.

Pemikiran para tokoh republik tersebut, merupakan modal untuk tetap berdiri tegak bersama lindungi sumberdaya; dan wujudkan generasi berkarakter; hormati budaya lokal, mufakat dan goyong royong berlandaskan kesederhanaan (al-Tawassuth); Bijaksana (Tawazun). Tidak berpihak dan taat aturan selaras dalil Aqli (logis) atau dalil Naqli (tekstual); Tegak Lurus ( al- I’tidaal ) Berani bersikap tegas dan tanggung jawab membela kebenaran secara adil.

Jadikan semua itu pondasi komitmen dan loyalitas. Kedua hal ini identik dua sisi mata uang; saling melekat dan tidak berguna bila terpisahkan. Begitulah dalam upaya menumbuhkan rasa cinta tanah air demi kebangkitan rakyat Indonesia secara nasional. Satukan spirit bersama. (*)

Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo