
Yang terlihat dari jauh itu nyata. Kereta Api dari utara menunggu kereta lain dari selatan; untuk segera berangkat !

Unik. Saat pintu perlintasan kereta api di Tanggulangin ditutup, tidak sedikit pengguna jalan dari arah selatan ( Porong) memilih pintas jalur. Fasilitas bundaran putar balik di wilayah Desa Kalitengah Selatan dimanfaatkan sebagai celah untuk melepaskan diri dari antrian panjang. Tidak hanya pengendara roda dua, sopir kendaraan roda empat pun memilih merangsek ke depan mendekati lintasan jalur kereta besi itu.
Realitas ini hampir setiap hari terjadi; terutama saat jam produktif berangkat-pulang kerja. Bahkan pengguna jalan roda dua dari arah utara ( Sidoarjo ), seringkali nekat ‘melompati’ media jalan yang terlihat rendah untuk pindah jalur. Tujuannya, ingin lebih cepat bergerak sesaat kereta api lewat. Jadi tanpa harus menunggu pintu pelintasan terbuka. Petugas KAI pun seakan tak mampu mengingatkan atau mencegah.

Mengapa pilih jalan pintas? Alasannya : malas antri, lambat bergerak dan himpit -himpitan, kuatir tersenggol kendaraan roda empat atau truk. Ada pula yang mengungkapkan, ingin cepat bergerak. Takut terlambat masuk kerja, terburu antar anak sekolah, antar paket dan setumpuk alasan lain. Mungkinkah realitas rutin ini dicegah ? Andai kata mungkin, siapa yang akan melakukan.
Pernahkah terjadi kecelakaan tabrak kereta api ? Jarang. Laka lantas kerab terjadi saat penghujan. Posisi rel yang serong dan licin karena basah, seringkali membuat roda motor selip ( tergelincir ). Andai ada laka ‘tabrak kereta’ lebih disebabkan kecerobohan pengendara. Biasanya pemotor meluncur dari arah timur: kawasan perumahan dan perkampungan. Belok kiri, lewati rel pelintasan masuk jalur utama Porong tanpa lihat situasi. Sementara itu dari arah selatan atau utara ada kereta api meluncur cepat. Brak ! (tac)