
Raja Airlangga dikenal bijaksana dan pro rakyat. Secuil bukti. Sejatinya pembuatan Bendungan Waringin Sapta (1037) bukan sekedar pencegahan banjir musiman. Apalagi dibarengi revitalisasi Pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai Brantas; tata kelola pembangunan insfrastruktur sungai dan darat menuju kawasan permukiman warga, ladang pertanian, dan jalur penghubung dari daerah pesisir ke pusat kerajaan.
Khusus jalur kawasan pesisir adalah langkah strategis untuk pengawasan wilayah, mendongkrak aktivitas produksi dan perniagaan kawasan perikanan ( pertambakan). Termasuk ‘membebaskan’ desa-desa di sepanjang tepian Sungai Brantas tidak terimbas banjir musiman.

Benang merah yang menarik dicermati. Semua kebijakan pembangunan di Kawasan Lembah Delta Sungai Berantas ini; terencana berkesinambungan. Tidak abaikan budaya gotong royong ( kearifan lokal), kesatuan sikap dan rasa bangga terhadap jati diri dan wilayah. Semua itu terlebur menyatu.
Termasuk tidak membiarkan lahan-lahan kering di belahan barat bendungan. Semua dioptimalkan untuk pengembangan permukiman baru, sarana ibadah, pendidikan, pusat perdagangan, perkantoran dan perluasan lahan pertanian baru. Lengkap dengan ketersediaan sarana transportasi sesuai kebutuhan.
Tujuannya, masyarakat dapat beraktivitas ke seluruh pelosok Lembah Delta Hilir Sungai Brantas dan bandar- bandar kecil yang tersedia dimana-mana. Plus memberikan rasa aman dengan membentuk pasukan pengamanan di seluruh kawasan perdikan.

Muara dari seluruh gagasan tersebut adalah demi memperkuat kedudukan ibukota kerajaan; pembudayaan sikap handarbeni ( rasa memiliki); pemberdayaan giat gotong-royong; mendongkrak partisipasi rakyat demi kesejahteraan bersama; serta pemberlakuan keringanan pajak bagi masyarakat yang sering terkena musibah. Sekaligus mempondasikan kualitas tanggungjawab dan integritas rakyat sebagai energi pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan harmonisasi tanpa abaikan kearifan lokal.
editor
C. Rahadi
foto : ist, ilustrasi