
Sekedar joke sederhana: Siapakah pengendali panglima politik ? Siapa pun mereka yang memiliki kepentingan untuk selamatkan partai dan para pekerja partai; di dalam atau di luar gedung parlemen. Kepentingan partai jelas; menjaga kesinambungan eksistensi kelembagaan. Sedangkan pekerja politik (pekerja partai) berstatus anggota DPRD, selalu dituntut jaga komitmen yang telah dijanjikan pada konstituen, relawan dan rakyat yang berjuang turut ‘mendulang’ dukungan.
Cermin buram realitas politik Sidoarjo yang baru ‘sejengkal’ melewati 100 hari masa kerja pemerintahan; adalah kegaduhan di gedung DPRD. juru Bicara Fraksi Gerindra, H. Bambang Pujianto, S.Sos. melakukan walk out dan diikuti anggota fraksi lain dari PDIP, PAN, PKB, Nasdem/Demokrat dan PKS/PPP. Realitas itu mewarnai pandangan umum fraksi-fraksi tentang Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun 2024, Selasa 17 Juni 2025,
Cerdas dan Memahami Realitas Politik
Ada secuil kalimat menarik saat ngobrol bareng beberapa warga yang jajanan kali lima di: selatan Penjara dan alun-alun kota yang lagi direnovasi. Kayaknya layak jadi referensi.
Siapa sih yang bisa tebak pikiran politikus, wakil rakyat, bupati dan wakil bupati sekaligus jajarannya. Janjinya ingin transparan, tapi nyatanya sulit. Begitu pula ! Apakah kalau bupati dan wakil bupati rukun bisa lebih baik; cegah kasus jual beli jabatan perangkat desa tidak terulang; carut marut kasus PTSL bisa terkendali atau meredam rencana Deltras Sidoarjo yang ingin hijrah ke Tuban karena tak mampu sewa stadion Gelora Delta.
Para pejabat, bupati dan wakil selayaknya fokus masifkan pembinaan bukan pembiaran ; agar mampu wujudkan janji menata desa, membangun kota dan wujudkan pemerintahan yang bersih. Plus membungkam prasangka jajaran lintas sektoral (eksekutif) sedang terbelah oleh kepentingan pragmatis. Termasuk minimnya pejabat struktural yang bisa memahami friksi politik dan dampaknya; termasuk merujuk penguasaan kebutuhan atau kepentingan publik.
Selain itu ada lagi yang lebih rumit: kegaduhan di ruang paripurna DPRD sejatinya dipahami pekerja birokrasi untuk pendewasaan dan peningkatan kecerdasan dalam berpolitk. Apalagi saat ini, diakui atau tidak, kini wakil rakyat yang cenderung bersikap apatis. Soliditasnya ‘terbelah’ kekuatan informal demi menguatkan beragam kepentingan. Buntutnya ! Tidak sedikit lebih memilih agenda personal yang lebih penting, bermanfaat dan menguntungkan eksistensi diri.
Realitas itu semakin terduga ! Saat Sekretaris Daerah ‘coba’ mengundang Pimpinan DPRD, Ketua Fraksi dan Ketua Parpol yang memiliki kapasitas menentukan langkah dan arah kebijakan partai atau pemerintahan Sidoarjo. Agendanya silahturahmi dengan Bupati dan Wakil Bupati diabaikan. Duh piye iki. Jika undangan tersebut dianggap penting, selayaknya pengundangnya bupati dan bukanlah Sekretaris Daerah. (*)
editor : Ratucahadi