
Magic and Miracles
Realitas politik tak mudah ditebak. Tak hanya pekerja politik ! Siapa pun bisa berubah dalam sekejab. Kekuatan retorika yang dikemas untuk menggiring opini, merubah pola pikir demi wujudkan ragam kepentingan dan lebutuhan tertentu; citra diri atau kelompok. Bahkan untuk gelontorkan ribuan janji secara masif demi mengikat rasa percaya publik. Wow bisa sedahsyat itu daya magis retorika.
Boleh dipercaya atau tidak. Daya magis retorika pun bisa menjelma sebagai sihir dan menstimulan keyakinan wujudkan ‘beragam keajaiban’. Secuil realitas. Terpilihnya 50 anggota DPRD dan terpilihnya kepala daerah bersama wakil; merupakan salah satu pembenar dahsyatnya ‘keajaiban retorika’. Menaklukan hati ribuan relawan, komunitas publik dan jutaan pemilih untuk rela memberikan dukungan
Riwayat keterpilihan pemimpin daerah pun tak bisa abaikan campur tangan pekerja politik. Para pekerja politik di parlemen plus di luar gedung DPRD memiliki peran signifikan. Pemilik jutaan pendukung di masing-masing daerah pemilihan dan jejaring komunitas itu, punya andil penguatan citra calon kepala daerah sampai terpilih. Turut mengawal dari TPS ke TPS sebagai aksi sekaligus relawan.
Tak perlu heran ! Bila ada pekerja partai yang kurang totalitas berkomitmen; satu jalur komando kebijakan partai. Ini bukan lagi rahasia namun tak mudah dibuktikan. Legalitas rekomendasi partai sebagai tiket utama masuk arena pilkada; dianggap tidak serta merta memborgol komitmen ‘kepatuhan mutlak’ terhadap ketetapan partai. Selalu ada celah yang coba dimanfaatkan untuk bergerak dalam senyap.
Pekerja politik bersama jejaringnya; miliki kecerdasan cermati peluang kalah menang calon yang menerima rekomendasi partai. Beragam rekadaya pembenar seperti : kekuatan logistik setiap calon, merebaknya godaan sikap pragmatis, rasa ingin mendua alias kanan-kiri oke, pembudayaan pola pikir transaksional merujuk perolehan dukungan suara partai secara kolektif atau anggota secara personal, diolah sebagai modal retorika berbasis kepentingan.
Salah satu imbas ! Sikap politik anggota parlemen yang tak menghadiri rapat paripurna LKPJ Bupati. Terhitung tiga kali tingkat kehadiran anggota legislatif minim. Bahkan partai pendukung utama kepala daerah turut serta. Waspada ini bisa jadi tanda-tanda DPRD hilangannya marwah DPRD.
Kewaspadaan atas objektivitas fungsi pengawasan perlu dioptimalkan. Jangan mudah memilih kompromi dengan beragam argumentasi pembenar. Pekerja partai memiliki tanggungjawab melekat wujudkan kesinambungan ikatan premordial dengan siapa pun; plus jejaring komunitas partai atau relawan. Mereka telah turut berjibaku menjaga kesinambungan karir politik, ekistensi partai dan kokohnya komitmen kepada rakyat dari waktu ke waktu. Plus giatkan jaring aspirasi masyarakat dan edukasi melek politik. Janganlah daya magis poilitik dijadikan upaya wujudkan ‘keajaiban’ untuk kepentingan personal atau kelompok tertrentu. Bukan untuk masyarakat pendukungnya (*)
Editor : C. Rahadi